Thursday, May 20, 2010

WEB SCIENCE - ETIC & MORAL SDA HAYATI DI INDONESIA


PERLINDUNGAN HUKUM TERUMBU KARANG 
DI BATAM





I.           PENDAHULUAN
Sumber daya hayati merupakan aset terbesar di indonesia. Karena Indonesia adalah negara agraris yang dikelilingi oleh lautan yang sangat melimpah.  Keanekaragaman hayati yang kaya tersebut kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi terumbu karang yang masih cukup bagus, antara lain di kota batam kepulauan Galang. Terumbu karang Indonesia merupakan ekosistem utama di mana mayoritas penduduk pesisir Indonesia bertumpu pada mendapatkan makanan, peningkatan pendapatan, bahan bangunan dan perlindungan pesisir.

Terumbu karang juga sangat berguna bagi ilmu pengetahuan, pendidikan, obat-obatan dan konservasi dan warisan secara global. Namun, sayangnya menurut data yang ada pada http://www.lipipress.com/data/docs/b_979_799_078_8.html menunjukan bahwa terumbu karang yang  kini terancam oleh ulah manusia sendiri. Untuk itu diperlukan adanya perlindungan hukum bagi terumbu karang. Hal itulah yang akan saya angkat sebagai pembahasan dalam tulisan ini seusai dengan tema yang saya dapat yaitu etic dan moral.

II.       LANDASAN TEORI
Adapun teori yang saya jadikan sandaran tulisan ini adalah Masalah kerusakan sumber daya hayati yaitu terumbu karang yaitu masalah lingkungan hidup yang mempunyai cakupan yang cukup luas. Ia tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri. Namun, ia juga terkait dengan masalah lain. Masalah yang dimaksud adalah masalah etika dan moral.
Apa itu arti etika dan moral?. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan orientasi pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap pelbagai fihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap begini atau begitu. Etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana  manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.

Etika dan moral pada lingkungan hidup ialah bagaimana perlindungan kita sebagai manusia terhadap lingkupan hidup kita. Dalam pembahasan tulisan ini kita akan membahas perlindungan hukum sumber daya hayati terumbu karang.

III.    ISI
Perlindungan sumber daya alam hayati pada hakikataya timbul akibat kerusakan-kerusakan yang terjadi pada sumber daya alam hayati itu sendiri dan juga ulah campur tangan manusia. Untuk menghindari akibat-akibat yang merugikan, perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam hayati secara seksama. Untuk itu ada beberapa konvensi nasional yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, baik WHC, WCS, WCN, OCF, UNCLOS adalah sebagai landasan hukum internasional yang terhadap pelaksanaanya didelegasikan kepada negara-negara.

Sejalan dengan itu Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam hal ini berfungsi sebagai landasan hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam hayati, kemudian juga didukung oleh UU No. 5 Tahun 1994 tentang Konvesi Keanekaragaman Hayati Tahun 1992 (pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity), lalu diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dikeluarkannya UU NO. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keseluruh Undangundang tersebut bersifat horizontal dan yang menjadi legitimasi oleh Pemerintah kota Batam untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan terumbu karang di Batam adalah UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai pembagian kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah memiliki hubungan dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi kewilayahan antar susunan pemerintah. Pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3), (4), (5), (6), (7), Pasal 10 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), (2) dan Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan dernikian Pemerintah Kota Batam juga berwenang untuk melakukan perlindungan terhadap sumber daya alam khususnya terumbu karang yang berada dalam ruang llingkup wilayah kewenangannya. Bentuk yang mungkin dapat digunakan sebagai landasan hukum pengelolaan dan perlindungan terumbu karang di Batam yakni antara lain :
1.      Pengaturan administratif.
2.      Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah.
Yang mungkin dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah sehingga dapat lebih mengatur, mengawasi, sekaligus melakukan penegakan hukum sehingga diharapkan dapat melestarikan keanekaragaman sumber daya alam hayati khususnya terumbu karang di wilayah Batam yang secara ekonomis menjadi tumpuan hidup masyarakat nelayan di Batam.

IV.                   SUMBER



http://www.digilib.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=95781&lokasi=lokal

http://www.lipipress.com/data/docs/b_979_799_078_8.html

http://www.theceli.com/dokumen/produk/1990/uu5-1990.htm        uu no 5

http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_5_Tahun_1994

http://www.theceli.com/dokumen/produk/1997/uu23-1997.htm

http://www.indonesiabch.org/docs/uu31-2004.pdf

http://bappenas.go.id 


1 comment: